Kisaran,Asahan – gardanasionalnews.com
Baru baru ini kita melihat di berbagai media cetak maupun elektronik terkait aksi Kepala desa yang menggelar demonstrasi untuk menuntut kepala desa dengan masa jabatan 9 (sembilan) tahun, dimana ini salah satu tuntutan terkait ada nya rencana Amandemen UUD No 6 Th 2014 Tentang Desa. Sofian, S.H., M.H. selaku Dosen Hukum Tata Negara STIHMA Asahan, menanggapi terkait tuntutan para kepala desa beberapa waktu yang lalu di Jakarta. Dalam hal kepala desa meminta tuntutan menjadi sembilan tahun, menurut saya ini adalah tuntutan yang tidak memiliki argumentasi yang kuat baik secara empiris maupun secara konstitusional “tutur Sofian,,S.H.,M.H.
Masih tutur Dosen Tata Negara, Sebab menurut saya masa jabatan yang ada di UUD No 6 Tahun 2014 Tentang Desa itu telah di atur di dalamnya bahwa masa jabatan Kepala Desa itu untuk 1 periode adalah 6 (enam) tahun dan dapat dipilih kembali sebanyak 3 (tiga) kali, menurut saya itu sudah cukup baik karna dalam waktu 6 tahun kalau kepala desa mampu menjabarkan visi misi nya dengan baik dilaksanakan, kemudian jika masyarakat puas dapat dipilih kembali, jadi kalu tuntutan nya 9 tahun untuk satu periode saya kira ini adalah tuntutan yang keliru karna dalam teori kekuasaan harus ada pembatasan kekuasaan.
Karna kalau dia tidak dibatasi maka kemudian akan menimbulkan persoalan baru terkait masa jabatan yang terlalu lama, dan bisa jadi penyalah gunaan kewenangan atau sebagai nya, sehingga menurut saya tuntutan tersebut tidak mendasar secara Konstitusi maupun secara Empiris, justru itu malah merusak Tatanan Demokasi. Saya lebih tertarik dengan terkait isu tentang Amandemen UUD No 6 Th 2014 saya melihat ada yang lebih urgen yang harus diperhatikan oleh pemerintah tentang status perangkat desa, kalau kita lihat di Undang-Undang Tentang Desa itu hanya sedikit sekali yang mengatur tentang perangkat desa “ucap Dosen Tata Negara STIHMA Kisaran, Asahan”
lanjut Sofian,S.H., M.H. mengatakan” belum spesifik tentang bagaimana masa jabatan atau kedudukan perangkat desa sehinga perangkat desa memiliki Kepastian Hukum untuk bisa membatu menyelengarakan Pemerintahan di desa, karena yang terjadi adalah perangkat desa ini dihantui oleh status mereka yang tidak jelas, apakah status mereka sebagai pegawai yang selesai masa jabatan kepala desa maka selesai juga masa jabatan perangkat desa. Ini yang juga menjadi persoalan yang arti nya tidak menutup kemungkinan apabila berganti Kepala Desa yang baru maka akan diganti perangkat desa nya, padahal perangkat desa yang lebih memahami penyelenggaraan pemerintah desa, sehingga kepala desa hanya memanagemen perangkat desa yang sudah ada bukan mengganti perangkat desa dengan tim sukses kepala desa terpilih.
Kemudian yang ke dua tentang cara penyelenggaraan pemilihan Kepala Desa, agar dibuat pengawasan pemilihan Kepala Desa ada hal yang tidak difikirkan oleh pemerintah, kenapa tidak dibuat pengawasan yang bersifat partisipasi masyarakat, sehingga pemilihan kades tidak menjadi gesekan di masyarakat, atau melibatkan panitia pengawas kecamatan dari bawaslu. Dan yang tepenting adalah jangan UUD No 6 Th 2014 Tentang Desa dibuat menjadi kepentingan politik.
Intinya untuk jabatan Kepala Desa yang dituntut oleh para Kepala Desa saat ini tidak memiliki Landasan Hukum baik secara Empiris maupun secara Konstitusional, tutup Sofian, S.H., M.H.
(D. Silalahi)
Kalau Saya berkomentar boleh nggak ya??
hahhaahhaaaa…..boleh pak yonnn